
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagian
reaksi kimia dan banyak pengukuran sifat zat dikerjakan dalam suatu pelarut.
Pelarut memiliki sifat dan karakteristik tertentu dimana sifat dan
karakteristik pelarut tersebut sangat menentukan keberhasilan ataupun kegagalan
suatu studi. Dalam konsep larutan, pelarut atau zat pelarut merupakan zat yang
jumlahnya lebih banyak dalam suatu larutan. Bagi ahli kimia anorganik, air
merupakan pelarut yang paling penting, namun banyak pelarut lain yang telah
dicoba dan ternyata berguna. Misalnya asetonitril, ammonia, dimetilformamida,
dan lain-lain. Adapun yang sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat pelarut
adalah perilaku asam dan basa yaitu suatu senyawa yang bertindak sebagai asam
pada pelarut tertentu akan dapat berlaku sebaliknya pada pelarut lainnya, dan
sebaliknya.
Oleh
karena itu, agar lebih memahami konsep yang
mempengaruhi dipilihnya suatu pelarut dan konsep dasar asam dan basa, maka
disusunlah makalah ini.
1.2 Rumusan masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana sifat suatu pelarut yang
menentukan kegunaan pelarut?
2.
Bagaimana ciri-ciri beberapa jenis
pelarut berproton?
3.
Apa sajakah jenis-jenis pelarut tidak
berproton?
4.
Bagaimanakah karakteristik pelarut bagi
reaksi elektrokimia?
5.
Apa sajakah cara mendapatkan pelarut yang murni?
6.
Bagaimanakah konsep asam dan basa?
7.
Bagaimanakah konsep asam dan basa
“lunak” dan “keras”?
8.
Bagaimanakah komponen kovalen dan ion
dari interaksi asam-basa Lewis?
9.
Bagaimanakah aturan mengenai kekuatan
asam oksi?
10.
Bagaimanakah konsep mengenai asam super?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui sifat suatu pelarut
yang menentukan kegunaan pelarut.
2.
Untuk mengetahui ciri-ciri beberapa
jenis pelarut berproton.
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis pelarut
tidak berproton.
4.
Untuk mengetahui karakteristik pelarut
bagi reaksi elektrokimia.
5.
Untuk mengetahui cara mendapatkan
pelarut yang murni.
6.
Untuk mengetahui konsep asam dan basa.
7.
Untuk mengetahui konsep asam dan basa
“lunak” dan “keras”.
8.
Untuk mengetahui komponen kovalen dan
ion dari interaksi asam-basa Lewis.
9.
Untuk mengetahui aturan mengenai
kekuatan asam oksi.
10.
Untuk mengetahui konsep mengenai asam
super.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sifat
Pelarut
Sifat-sifat
yang terutama menentukan kegunaan suatu pelarut ialah.
1. Daerah
suhu pelarut tersebut dalam keadaan cair.
2. Tetapan
dielektriknya.
3. Sifat-sifatnya
sebagai donor dan akseptor (asam-basa Lewis).
4. Keasaman
protonik atau kebasaan.
5. Sifat
dan derajat otodisosiasi.
Ranah Cairan.
Pelarut berupa cairan pada suhu kamar dan tekanan satu atmosfer paling berguna
karena mudah dikelola, selain itu juga diinginkan agar pengukuran atau reaksi
kimia bisa terjadi di atas maupun di bawah suhu kamar. Seperti tampak dalam
tabel 7-1 maka dimetil formamida, propana-1,2-diol karbonat, dan asetonitril
merupakan contoh yang baik.
Tabel 7-1 Sifat-sifat Beberapa Pelarut yang
Berguna
Nama
|
Singkatan
|
Rumus
|
Ranah cairan oC
|
|
Air
|
-
|
H2O
|
0 samapai 100
|
82
|
Asetonitril
|
-
|
CH3CN
|
-45 sampai 82
|
38
|
Dimetilformamida
|
DMF
|
HC(O)N (CH3)2
|
-61 sampai 153
|
38
|
Dimetilsulfoksida
|
DMSO
|
(CH3)2SO
|
18 sampai 189
|
47
|
Nitrometana
|
-
|
CH3NO2
|
-29 sampai 101
|
36
|
Heksametil fosformida
|
HMP
|
OP[N(CH3)2]3
|
30
|
|
Glikol dimetil eter
|
glyme
|
CH3OCH2CH2OCH3
|
-58 sampai 83
|
3,5
|
Diklorometana
|
-
|
CH2Cl2
|
-97 sampai -33
|
9
|
Amonia
|
-
|
NH3
|
-78 sampai -33
|
23
(-50)
|
Hidrogen sianida
|
-
|
HCN
|
-14 sampai 26
|
107
|
Asam sulfat
|
-
|
H2SO4
|
-14 sampai 26
|
107
|
Hidrogen fluorida
|
-
|
HF
|
-83 sampai 20
|
84(0o)
|
Konstanta
Dielektrik. Kemampuan zat cair melarutkan zat padat
ion sangat bergantung, walaupun tidak semata-mata bergantung kepada tetapan
dielektriknya,
. Gaya tarik F, antara kation dan
anion yang ada dalam medium dengan tetapan dielektrik
berbanding terhadap
F =
Jadi
air (
= 82
o
pada 25o, dengan harga untuk vakum) mengurangi gaya tarik sampai
hampir 1% dari harganya bila tanpa pelarut.
2.2 Sifat
Donor dan Akseptor Pelarut
Kemampuan
suatu pelarut menjaga zat terlarut tetap dalam larutan sangat bergantung kepada
kemampuannya mensolvasi partikel-partikel terlarut, yaitu secara kimia
mengadakan interaksi antara pelarut dan zat terlarut. Bagi zat terlarut ion
terdapat kation dan anion yang akan tersolvasi. Biasanya ukuran kation lebih
kecil [misal Ca(NO3)2, FeCl3] dan solvasi
kation adalah yang terpenting. Solvasi kation sederhana pada hakikatnya ialah
proses pembentukan kompleks dengan ligan berupa molekul-molekul pelarut. Urutan
kemampuan mengkoordinasi dari kation tertentu terhadap beberapa pelarut adalah
DMSO
> DMF
H2O > aseton
(CH3CHCH2)O2CO
CH3CN > (CH2)4SO2
> CH3NO2 > C6H5NO2
> CH2Cl2
Sifat sebagai akseptor biasanya
kurang dinyatakan secara khusus. Ujung positif dari molekul pelarut dipol akan
mengatur diri ke arah anion.
Perlu diperhatikan bahwa pada
umumnya tetapan dielektrik dan kemampuan mensolvasi ion merupakan sifat yang
berhubungan, cenderung menaik secara serentak, namun tidak ada korelasi
kuantitatif. Makin polar molekul pelarut, tetapan dielektriknya cenderung makin
naik (walaupun derajat ikatan hidrogen juga memainkan peranan yang sangat
penting); pada saat yang sama makin polar molekul makin baik kemampuannya untuk
menggunakan kubut negatif dan positifnya berturut-turut mensolvasi kation
anion.
2.3 Pelarut
Berproton dan Tidak Berproton
Pelarut
berproton merupakan pelarut yang dapat diionikan dengan kata lain dapat
memberikan proton atau H+ dan
bersifatbasa kuat atau lemah. Misalnya H2O,HCL, H2SO4
danHCN. Ciri dari pelarut berproton ini adalah dapat mengalami
otodisosiasi.
Otodisosiasi ini adalah cirri dimna zat terlarut tidak saja bertabrakan dengan
molekul-molekul pelarut tetapi juga dengan kation dan anion pada proses
otodisosiasi. Contoh dari reaksi otodisosiasi
2H2O
= H3O + OH-
2HCl = H2Cl + Cl-
2 HF = H2F+ + F-
2HCl = H2Cl + Cl-
2 HF = H2F+ + F-
Otodisosiasi
dari pelarut berproton ini dapat di tentukan dengan dihitung, misalnya pada H2O,
Derajat disosiasi (K) pada suhu 250.
K=[H+][OH] / [H2O]
Pelarut
tidak berproton terbagi atas tiga golongan yang luas, yaitu.
1.
Zat
cair nonpolar atau kecil kepolarannya, zat cair tidak terdisosiasi, yang tidak
tersolvasi secara kuat.
Contohnya
adalah CCl4 dan hidrokarbon.
Karena
kepolarannya rendah, tetapan dielektrik rendah, dan daya donor lemah, zat cair
tersebut merupakan pelarut tidak kuat kecuali bagi zat nonpolar lainnya. Bila
dapat digunakan maka nilai utamanya ialah karena zat cair tersebut hampir tidak
berperan dalam reaksi kimia yang ada di dalamnya.
2. Pelarut tidak terion tetapi sangat
kuat mensolvasi (biasanya polar).
Contohnya
adalah CH3CN, dimetilformamida (DMF), dimetilsulfoksida (DMSO),
tetrahidrofuran (THF) dan SO2.
Pelarut-pelarut
tersebut memiliki kesamaan yang tidak berproton, tidak ada kesetimbangan
otodisosiasi, dan mensolvasi ion dengan kuat. Dalam beberapa hal ada perbedaan
sifat, yaitu.
a) Beberapa
memiliki titik didih tinggi (DMSO), yang lain titik didihnya rendah (SO2).
b) Beberapa
mempunyai tetapan dielektrik tinggi (DMSO, 45) sedangkan lainnya kepolarannya
rendah (THF, 76).
3.
Pelarut
yang sangat polar dan berotoionisasi.
Beberapa dari pelarut tersebut adalah
senyawaan antar halogen.
2 BrF3 =
BrF2+ + BrF4-
2
IF5 = IF4+ + IF6-
ada juga contoh yang lain, yaitu.
2Cl3PO = Cl2PO+
+
Cl4PO-
Pelarut
golongan ini sukar sekali penggunaannya karena sangat reaktif. Beberapa
bereaksi dengan silica, dengan logam mulia seperti emas dan platina, dan
semuanya peka terhadap kelembapan. Reaksi kimia yang biasanya berlangsung dalam
pelarut semacam ini diterangkan secara baik sebagai reaksi asam-basa.
2.4 Leburan Garam
Kelompok
ini mewakili suatu jenis pelarut otoionisasi yang sangat aprotik. Dalam leburan
garam ion-ion mengungguli molekul-molekul netral, yang dalam beberapa kasus
konsentrasinya diabaikan. Halide dan nitrat logam alkali merupakan leburan garam
yang sepenuhnya bersifat ion, sedangkan leburan halide seng, timah, dan raksa
mengandung baik molekul maupun ion.
Titik
lebur yang rendah sering kali dicapai dengan mencampurkan atau menggunakan
halide ion alkilamonium. Jadi campuran yang sesuai dari LiNO3, NaNO3,
dan KNO3 mempunyai titik leleh 1600C, sedangkan (C2H5)2H2NCl
mempunyai titik leleh 2150C.
Contoh
reaksi penting yang berlangsung dalam leburan garam adalah pembuatan garam
logam bervalensi rendah berikut ini.
Pembuatan
aluminium dalam industry dilakukan dengan mengelektrolisis Al2O3
di dalam leburan Na3AlF6.
2.5 Pelarut Bagi Reaksi Elektrokimia
Pelarut
yang baik bagi reaksi elektrokimia harus memenuhi beberapa syarat, yaitu.
a) Umumnya
reaksi elektrokimia menyangkut zat ion, karena itu tetapan dielektrik sebesar
10 atau lebih sangat disukai.
b) Pelarut
tersebut harus mempunyai daerah voltase yang luas dan tidak menyebabkan pelarut
teroksidasi atau tereduksi, hingga reaksi elektrodanya tidak mendahului reaksi
yang sedang dipelajari.
Air. Air
sangat luas digunakan dalam elektrokimia. Karena tetapan dielektrik dan
kemampuan mensolvasi tinggi, pelarut ini melarutkan banyak elektrolit. Daya
hantar intrinsiknya rendah. Daerah kestabilan redoks cukup luas, seperti tampak
pada potensi berikut, walaupun reduksinya sering membatasi penggunaannya.
O2 + 4H+
(10 -7 M) + 4e = 2H2O E0 =
+0,82 V
H+ (10 -7 M) + e
=
H2 E0 =
-0,41 V
Asetonitril, CH3CN.
Pelarut
ini banyak digunakan untuk zat terlarut seperti senyawaan organologam atau
garam yang mengandung ion alkil amoniaum yang besar, yang tidak cukup larut
dalam air. Pelarut ini stabil sampai daerah voltase yang luas.
Pelarut Lainnya.
Dimetilformamida, HC(O)N(CH3)2 mirip dengan CH3CN tetapi lebih mudah tereduksi. Diklorometana
kadang-kadang dipakai untuk zat terlarut organic seperti nitrometana. Leburan
garam juga berguna.
2.6 Kemurnian Pelarut
Walaupun
jelas bahwa pelarut harus murni bila hasil yang dapat ulang dan dapat
diintepretasikan harus diperoleh, tidak selalu jelas bagaimana bentuk
pengotoran yang dapat terjadi. Yang sangat penting adalah air dan oksigen.
OKsigen sedikit larut dalam hampir semua pelarut, dan terbentuk larutan jenuh
bila terjadi pemaparan pada udara, misalnya jika dituangkan. Oksigen dapat
dihilangkan sebagian dengan mengalirkan nitrogen melalui cairan, tetapi untuk
menghilangkan seluruhnya hanya dapat dilakukan dengan cara dibekukan dan
dipompa dalam vekum secara berulang. Pelarut organik tertentu terutama eter
bereaksi dengan oksigen jika lama tertekan udara, membentuk peroksida. Pelarut
tersebut paling baik dimurnikan dengan cara destilasi dari reduktor (misal
hidrida) atau dengan melewatkannya melalui “penapis molecular”.
Air
juga mudah larut dalam pelarut yang dipapar terhadap udara, atau wadah gelas
yang tidak dibakar kering. Perlu diperhatikan bahwa sejumlah kecil H2O
saja atas dasar berat persen dianggap penting. Misalnya asetonitril yang
mengandung hanya 0,1% berat air kira-kira 0,04 molar H2O, dengan
demikian sifat larutan 0,1M dapat
benar-benar dipengaruhi oleh “cegahan” air.
2.7
Definisi Asam Basa
Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman
dulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka.
Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Basa digunakan
dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling
menetralkan. Di alam, asam ditemukan dalam buah-buahan, misalnya asam sitrat
dalam buah jeruk berfungsi untuk memberi rasa limun yang tajam. Cuka mengandung
asam asetat, dan asam tanak dari kulit pohon digunakan untuk menyamak kulit.
Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat sejak abad pertengahan, salah satunya
adalah aqua forti (asam nitrat) yang digunakan oleh para peneliti untuk
memisahkan emas dan perak.
Menurut Arrhenius, asam
adalah zat yang dalam air melepakan ion H+, sedangkan basa
adalah zat yang dalam air melepaskan ion OH–. Jadi pembawa sifat
asam adalah ion H+, sedangkan pembawa sifat basa
adalah ion OH–. Asam Arrhenius
dirumuskan sebagai HxZ, yang dalam air mengalami ioninisasi seperti
berikut:
HxZ ⎯⎯→ x H+ + Zx–
Jumlah ion H+ yang dapat
dihasilkan oleh 1 molekul asam disebut valensi asam, sedangkan
ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepaskan ion H+
disebut ion sisa asam. Berikut adalah tabel beberapa jenis
asam.
Basa
Arrhenius adalah hidroksida logam M(OH)x ⎯⎯→ Mx+ + x OH–
Jumlah ion OH– yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi basa.
Jumlah ion OH– yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi basa.
M(OH)x
⎯⎯→
Mx+ + xOH–
Jumlah
ion OH– yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi
basa. Berikut adalah tabel beberapa jenis basa.
Konsep
keasaman dan kebasaan dalam kimia sangat beragam sehingga asam dan basa
didefinisikan berulangkali dengan berbagai cara. Salah satu definisi yang
mungkin paling tua sangatlah sempit, karena hanya meliputi air sebagai
pelarut.menurut definisi tersebut asam dan basa adalah masing-masing sumber H+
dan OH-. Definisi yang lebih luas tetapi masih mendekati
definisi lama, ialah definisi Bronsted-Lowry yang dapat diterapkan kepada semua
pelarut berproton.
Definisi Bronsted-Lowry.
Asam adalah zat yang menyediakan proton dan basa penerima proton. Jadi dalam
air, setiap zat yang meninggikan konsentrasi proton terhidrasi (H3O+)
yang disebabkan oleh otodisosiasi air adalah asam, dan setiap zat yang
menurunkan konsentrasi tersebut adalah basa, karena itu ion tersebut bergabung
dengan proton mengurangi konsentrasi H3O+. namun zat lain seperti
sulfida, oksida, atau anion asam lemah (misal F-, CN-)
juga basa.
Definisi sistem
pelarut. Definisi ini dapat diterapkan pada sekalian kasus
yang pelarutnya mempunyai otoionisasi yang berarti, tanpa menghiraukan ada
tidaknya proton. Beberapa contoh adalah:
2H2O = H3O+ + OH-
2NH3 = NH4+ + NH2-
2H2SO4 = H3SO4+ +
HSO4-
2OPCl3 = OPCl2+ + OPCL4-
2BrF3 = BrF2+ + BrF4-
Za
terlarut yang meninggikan spesies kation yang khas pelarut tersebut adalah
asam; zat yang meninggikan spesies anionnya adalah basa. Jadi bagi pelarut BrF3,
senyawaan seperti BeF2AsF6 yang melarut dan menghasilkan
ion BrF2+ dan AsF6- adalah suasana
asam, sedangkan KBrF4 adalah basa. Bila larutan asam dan basa
dicampur terjadi reaksi penetralan membentuk garam dan molekul pelarut.
Asam basa garam
Bagi
pelarut berproton definisi ini bahkan lebih luas dan lebih bermanfaat, karena
menerangkan mengapa sifat asam atau basa bukanlah sifat mutlak zat terlarut.
Agaknya sifat asam atau basa dari zat hanya dapat dirinci dalam kaitannya
dengan pelarut yang dipakai. Misalnya dalam air CH3COOH (asam
asetat) adalah asam:
CH3COOH + H2O = H3O+
+ CH3COO-
Dalam
system pelarut asam sulfat, CH3COOH adalah basa:
H2SO4 + CH3COOH
= CH3CO2H2+ + HSO4-
Sebagai
contoh lain, urea, H2NC(O)NH2 yang ternyata netral dalam
air, merupakan asam dalam ammonia cair
NH3 + H2NC(O)NH2 = NH4+ + H2NC(O)NH-
Definisi Lux dan Flood.
Perhatikan
urutan reaksi berikut:
CO2
+ H2O = H2CO3
Bila
CaO dan CO2 mula-mula dibiarkan bereaksi dengan air, produk
hidrasinya segera dikenali sebagai asam dan basa. Reaksi antara asam dan basa tersebut
menghasilkan garam CaCO3 dan pelarut, merupakan reaksi penetralan.
Namun reaksi tersebut dapat dikerjakan secara langsung seperti pada persamaan
kedua, tanpa keikutsertaan pelarut. Sewajarnyalah bila selanjutnya reaksi
tersebut dianggap sebagai reaksi asam basa. Beberapa contoh lain dari reaksi
langsung antara oksida asam dan oksida basa adalah:
Prinsip
umum dalam proses tersebut dikenali oleh Lux dan Flood, yang mengusulkan bahwa
asam didefinisikan sebagai donor ion
oksida dan basa sebagai akseptor ion
oksida. Jadi pada reaksi tersebut, asam yaitu CaO dan Na2O
menyediakan ion oksidanya kepada basa CO2, SiO2, dan P2O5,
sehingga terbentuklah anion CO32-, SiO32-,
dan PO43-.
Konsep
Lux dan Flood sangat berguna dalam pengelolaan system anhidrat pada suhu tinggi
seperti dijumpai pada keramik dan metalurgi. Konsep ini hubugannya terbalik
dengan kimia dalam system air dari asam-basa, karena asam adalah oksida yang
bereaksi dengan air menghasilkan basa, misalnya:’
dan
basa adalah anhidrida dari asam dalam air, misalnya:
Definisi Lewis. salah
satu definisi yang paling umum dan paling berguna dari sekalian definisi
diusulkan oleh G.N. Lewis, yang mendefinisikan asam sebagai akseptor pasangan
elektron, dan suatu basa sebagai donor pasangan tersebut. Definisi ini mencakup
definisi Bronsted Lowry sebagai kasus khusus karena proton dapat dianggap
sebagai akseptor pasangan elektron, dan basa apakah berupa OH-, NH2-,
HSO4- dan sebagainya sebagai donor pasangan elektron,
misalnya:
Namun
definisi Lewis meliputi system yang luas yang sama sekali tidak mengandung
proton. Reaksi antara ammonia dan BF3 misalnya adalah reaksi
Menurut
Lewis semua ligan yang biasa digunakan dapat dipandang sebagai basa, dan semua
ion logam sebagai asam. Derajat pengikatan ion logam terhadap ligan bisa
dinyatakan sebagai derajat keasaman Lewis, dan kecenderungan ligan untuk
terikat kepada ion logam dapat diangggap sebgai ukuran kebasaan Lewis.
Kekuatan
basa dan asam menurut Lewis tidak merupakan sifat yang tetap dan inheren dari
spesies yang dibahas, tetapi agak bervariasi sesuai dengan pasangannya. Jadi
urutan kekuatan basa dari sederet basa Lewis dapat berubah bila jenis asam yang
bisa bereaksi dengan basa tersebut berubah.
Perhatikan
bahwa bagi sesuatu atom donor atau akseptor, kebasaan atau keasamannya sangat
dipengaruhi oleh jenis pensubtitusinya. Pengaruh pensubtitusi dapat bersifat
elektronik atau sterik.
Pengaruh elektronik.
Kelektronegatifan pensubtitusi memberikan pengaruh yang nyata. Jadi kekuatan
asam dan basa dipengaruhi secara berlawanan, seperti tampak pada contoh
berikut:
Basa : (CH3)3N
> H3N > F3N
Asam: (CH3)3B
< H3B < F3B
Makin
bersifat menarik elektron (elektronegatif) pensubtitusi tersebut, makin nyata
keasaman Lewisnya dan mengurangi kebasaan Lewisnya.
Namun
pengaruh elektronik yang lebih rumit dapat juga menjadi penting. Atas dasar
tinjauan keelktronegatifan saja., urutan kekuatan sam berikut dapat diramalkan:
BF3 > BCl3 > BBr3. Dalam eksperimen
terbukti urutan tersebut terbalik. Hal ini bisa dipahami bila adanya interaksi
π dalam molekul planar ikut
diperhitungkan, danbila diperhatikan bahwa sesudah asam Lewis bergabung dengan
basa, kelompok BX3 tersebut menjadi piraamidal, dan atom bor tidak
lagi berinteraksi dengan elektron π atom X. perhitungan sederhana menunjukkan
bahwa interaksi B-X π akan berkurang kekuatannya dalam urutan: F >> Cl
> Br. Karena itu BF3 adalah asam Lewis yang lebih lemah daripada
BCl3, karena molekul planar BF3 lebih distabilkan
dibandingkan BCl3 melalui ikatan B-X π. Ester borat, B(OR)3,
ternyata merupakan asam Lewis untuk alasan yang sama.
Pengaruh sterik. Pengaruh
tersebut dapat beragam. Bagi tiga basa berikut (7-IV sampai 7-VI) kekuatan basa
terhadap proton sedikit naik dari IV ke V dan hampir sama bagi V dan VI,
seperti biasanya diharapkan dari efek induksi gugus metil.
7-IV 7V 7-VI
Namun dalam hal B(CH3)3
urutan kebasaannya adalah:
7-IV ≈ 7-VI >> 7-V
Ini
akibat dari hambatan sterik antara gugus metil ortho dari basa dengan gugus
metil dari B(CH3)3. Dengan alasan sama kuinuklidin,
(7-VII), merupakan basa yang lebih kuat terhadap B(CH3)3 daripada
trietilamin (7-VIII):
Efek
sterik jenis lain timbul bila bulk pada
atom bor dalam basa BR3 diperbesar. Karena molekul BR3
berubah dari bentuk planar ke pyramidal bila berinteraksi dengan asam, gugus R
harus dijejalkan ke ruang yang jauh lebih kecil. Bila gugus R bertambah
ukurannya, efek tersebut sangat menentang pembentukan senyawaan A:BR3,
jadi menurunnya kebasaan secara efektif.
2.8 Asam
dan Basa “Keras” dan “Lunak” serta Asam Super
Ion-ion
logam dapat dibagi kedalam dua golongan menurut kereaktivannya terhadap
berbagai ligan. Perhatikan ligan-ligan yang dibentuk oleh unsur-unsur golongan
V, VI, dan VII. Bagi golongan V dapat dipilih deret homolog seperti R3N,
R3P, R3As, R3Sb, dan bagi golongan VII diambil
anionnya F-, Cl-, Br-, dan I-.
Untuk logam-logam jenis (a) kompleks
paling stabil terbentuk dengan ligan yang paling ringan dan berkurang
kestabilannya dalam urutan menurun dalam kelompokan ligan tersebut. Untuk logam
jenis (b) kecenderungan itu berawalan. Ini tertera dalam ikhtisar berikut:
R3P R2S Cl-
R3As R2Se Br-
Paling lemah R3Sb R2Te I- Paling kuat
Jenis
logam (a) pada dasarnya meliputi ion logam alkali, alkali tanah, dan ion yang
lebih ringan dan bermuatan besar (seperti Ti4+, Fe3+, Co3+,
Al3+). Adapun jenis logam (b) meliputi ion logam transisi yang lebih
berat (seperti Hg22+, Hg2+, Pt2+,
Pt4+, Ag+, Cu+) dan ion logam valensi rendah
sperti logam bermuatan formal nol dan karbonil logam.
Urutan
secara empiric ini sangat berguna untuk menggolongkan dan sampai batas tertentu
untuk meramalkan kestabilan relative dari kompleks. Pearson mengamati bahwa ada
kemungkinan membuat korelasi yang berlaku umum yang meliputi interaksi asam
basa dengan jangkauan lebih luas. Ia mengatakan bahwa ion logm jenis (a), yaitu
asam adalah kecil, kompak, dan tidak begitu polar serta menyukai ligan (basa)
yang juga kecil dan tidak begitu polar. Ia menyebut asam dan basa seperti itu
“keras”. Sebaliknya ion logam jenis (b) dan ligan yang disukainya cenderung
besar dan lebih polar, ia mnyebutnya sebagai asam dan basa “lunak”. Hubungan
empiric selanjutnya dapat dinyatakan secara kualitatif sebagai asam keras lebih
menyukai basa keras dan asam lunak lebih menyukai basa lunak. Walaupun
titik-tolak bagi istilah “keras dan lunak” adalah konsep kepolaran, tidak
diragukan lagi bahwa faktor lain ikut dalam masalah tersebut. Tidak ada
keserasian diantara para ahli kimia terhadap sifat terinci “kekerasan” dan
“kelunakan” namun jelaslah gaya tarik Coloumb akan menjadi penting dalam
interaksi keras dengan keras, sedangkan gaya kovalen cukup berarti untuk
interaksi lunak dengan lunak.
Selanjutnya
konsep ini dinamakan dengan Teori HSAB (Hard Soft Acid and Base). Teori
HSAB (Hard Soft Acid and Base) yang
menggolongkan asam dalam tiga kategori (asam keras, sedang dan asam lunak) dan
basa juga dalam tiga kategori (basa keras, sedang dan basa lunak) merupakan
pengembangan dari teori asam basa Lewis.
Asam lewis meliputi:
H+,
karena memiliki orbital kosong 1s
senyawa
yang kekurangan elektron valensi menurut aturan oktet, seperti BeH2,
AlH3, dan BH3
yang memiliki kemampuan untuk menambah
elektron valensinya lebih dari 8, seperti PR3, dan SR2
Spesies
yang memiliki ikatan rangkap polar sehingga memiliki kutub positif sehingga
dapat menarik pasangan elektron, seperti R2C=O, O=C=O, dan O=S=O
Sedangkan
basa lewis meliputi:
Carbanion,
R3C:-
NH3,
PH3, AsH3, SbH3, dan basa konjugasinya dan
turunanya (PR3 dll)
H2O,
H2S, basa konjugasinya dan turunanya.
Anion-anion
halida
Senyawa
yang memiliki ikatan rangkat dua dan
ikatan rangkap tiga dan ion-ionnya.
Untuk
menentukan atau membandingkan kekuatan relatif antar basa lewis dapat dilakukan
dengan mengukur perubahan entalpi reaksi dengan menggunakan standar asam.
Khusus untuk kekuatan basa dengan standard asam proton (H+), pada
asam basa Bronsted-Lowry, dikenal sebagai afinitas proton (PA). Kebasaan diukur
dengan afititas proton (kkal/mol) pada keadaan gas sesuai urutan:
CH3->NH2->H->OH->F->SiH3>PH2>HS->Cl->Br->I->NH3>PH3>H2S>H2O>HI>…
Namun
jika asam standarnya diganti selain proton, afinitas terhadap asam terukur
belum tentu sama dengan urutan tersebut, seperti terjadi pada penggunaan asam
lewis Hg2+.
Hg2+ : afititas I- > Br- >
Cl- >F-
Sc2+ : afititas F -> Cl->
Br- >I-
Kareana
keadaan yang demikian kemudian Ahrland,
Chatt dan Davies, membagi table periodik dalam 3 kelas yaitu
Klas
a : afinitas terhadap F-
lebih besar daripada afinitas terhadap I-
Klas
b : borderline /sedang
Klas
c : afinitas terhadap I-
lebih besar daripada afinitas terhadap F-
Penjabaran lebih jauh sifat-sifat
keasaman dan kebasaan yang dikembangkan
dari pemikiran Ahrland, Chatt dan Davies dikemukakan oleh Pearson (1968) yang
menggolongkan akseptor dan donor elektron ke dalam asam dan basa keras dan
lunak.
Asam/basa keras
|
Asam/basa lunak
|
Ukuran kecil
|
Ukuran besar
|
Densitas muatan besar
|
Densitas muatan kecil
|
Polarisabilitas rendah
|
Polarisabilitas tinggi
|
Asam-basa
keras digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif kecil,
bermuatan tinggi dan mempunyai polarisabilitas rendah. Sebaliknya asam-basa
lunak digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif besar, bermuatan rendah dan mempunyai
polarisabilitas tinggi.
2.9 Komponen Kovalen dan aiaon dari Interaksi
Asam-Basa Lewis
Untuk menjelaskan secara kuantitatif entalpi,
ΔHAB, pada kombinasi asam
Lewis A, dan basa Lewis B, diusulkan jenis persamaan berikut.
-ΔHAB = EA EB +
CA CB
|
Bentuk persamaan tersebut didasarkan atas
perhatian bahwa bagi setiap interaksi asam-basa aka nada komponen elektrostatik
dan kovalen. Dipostulasikan bahwa kecenderungan suatu asam atau basa untuk
menyumbang terhadap interaksi elektrostatik dan kovalen, pasangan manapun
merupakan kekhasan yang diukur oleh EA atau EB untuk
bagian elektrostatik, dan CA atau CB untuk bagian
kovalen. Jadi sumbangan elektrostatik terhadap perubahan entalpi total
dinyatakan oleh EA EB, dan sumbangan kovalen dinyatakan
oleh CA CB. Ini merupakan gagasn kasar, dan merupakan
peejanjian saja, karena tidak didapatkan set yang unik secara matematik dari
harga E dan C, walaupun banyak harga -ΔHAB
telah dikenal. Diperlukan dulu untuk menetapkan suatu perjanjian
masing-masing bagi parameter EA, EB, CA dan CB,
sebelum suatu set yang unik dapat dikembangkan semata-mata dengan tatacara
pencocokan data.
Skema tersebut yang diusulkan oleh R.S. Drago
dan murid-muridnya mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan konsep sederhana
HSAB, karena:
(a) konsep tersebut mempunyai
lebih banyak parameter
(b) paling tidak ada usaha
menyatakan secara kuantitatif.
Namun gambaran HSAB dapat juga diperluas
dengan menambahkan konsep kuat dan lemah kepada konsep keras dan lunak. Jadi
setiap asam dan basa dapat digolongkan terhadap kedudukannya pada skala
keras-lunak dan terhadap kekuatannya. Akan ditemukan beberapa basa sebagai
suatu basa yang “agak lemah dan cukup lunak,” “sangat keras tetapi lemah,” dan
seterusnya.
Seringkali bagi kepentingan diri sendiri,
terdapat sekelompok ahli yang ingin mengetahui, dan kadang-kadang begitu besar
rasa ingin tahunya, terlihat dalam berbagai usaha untuk menyatakan sifat hakiki
asam dan basa secara cermat dan kuantitatif, walaupun usaha tersebut tidak ada
manfaatnya. Perdebatan yang memang patut dihargai, sekarang dilakukan oleh
kelompok yang lebih giat mempertahankan pendapat mengenai berbagai “faham”
asam-basa, namun mungkin hanya waktu yang akan memastikannya.
2.10 Beberapa
Larutan Asam yang Umum
Asam Sulfat, H2S04. Asam sulfat meruapakan asam yang sanagt
penting dalam industri dan dibuat dalm jumlah yang jauh besar daripada asam
lain. Pembuatannya mula-mula memerlukan pembakaran belerang menjadi SO2.
Kemudian oksidasi SO2 menjadi SO3 harus dikatalis, baik
secara homogen dengan oksida nitrogen atau secara heterogen dengan platina.
Asam sulfat biasanya dijual sebagai camouran 98% dengan air (18 molar). Zat
yang murni diperoleh sebagai zat cair tidak berwarna dengan menambahkan cukup
SO3 untuk bereaksi dengan H2O sisa. Penambahan SO3
lebih lanjut kepada H2SO4 100% menghasilkan asam sulfat
berasap, yang mengandung asam polisulfat, atau asam pirosulfat, H2S4O7,
dan dengan lebih banyak SO3 membentuk H2S4O10
dan H2S4O13.
Asam sulfat bukanlah oksidator yang sangat
kuat, namun merupakan dehydrator yang sangat kuat bagi karbohidrat dan zat
organic lainnya, seringkali memecahkan senyawaan karbohidrat menjadi unsur
karbon.
Kesetimbangan H2SO4 murni
cukup rumit. Selain ionisasi diri
2 H2SO4
= H3SO4+ + HSO- K10ᵒ =
1,7 x 10-4 mol2 kg2
Ada juga kesetimbangan hidrasi/dehidrasi
seperti
2 H2SO4
= H3O+ + HS2O7-
2 H2SO4
= H2O + HS2O7
H2SO4
+ HS2O7 = H2SO4+
+ HS2O7-
Asam Nitrat, HNO3. Asam nitrat yang biasanya tersedia adalah larutan HNO3 dalam
air dengan bobot persen 70%. Bila murni larutan itu tidak berwarna, tetapi
sering berwarna kuning akibat penguraian secara fotokimia menghasilkan NO2.
Asam nitrat “berasap” merah pada hakikatnya
ialah HN03. 100% yang mengandung tambahan NO2.
Asam yang murni berupa zat cair tidak
berwarna atau zat padat, yang harus disimpan dibawah 0ᵒ untuk menghindari penguraiann menurut persamaan yang sama seperti pada
penguraian secara fotokimia. Dalam zat cair murni terjadi kesetimbangan
berikut:
2 HNO3
= HNO3- + NO3-
H2NO3+
= NO2+ + H2O
Larutan asam nitrat dengan konsentrasi
dibawah 2M bukan pengoksidasi yang kuat, namun asamnya yang pekat adalah pengoksidasi
yang sangat kuat. Asam itu bereaksi dengan hamper semua logam kecuali Au, Pt,
Rh, dan Ir serta beberapa logam lain yang cepat menjadi pasif (tertutup oleh
lapisan oksida) seperti Al, Fe, dan Cu.
Air Raja. Air
raja (kira-kira 3 vol HCl terhadap 1 vol HNO3) mengandung Cl2 bebas
dan ClNO, bereaksi dengan Au dan Pt, karena kemampuan Cl-
menstabilkan kation logam sebagai kompleks AuCl4- dan
PtCl62-.
Asam Perklorat, HClO4. Zat murni asam perklorat diperoleh secara destilasi vakum
dengan adanya pendehidrasi Mg(ClO4)2, stabil pada 25ᵒc hanya untuk beberapa hari, terurai menghasilkan Cl2O7.
Asam yang murni dan larutannya yang pekat bereaksi eksplosif dengan
materi organic. Ion ClO4- merupakan ligan yang sangat
lemah, karena itu asam perklorat serta alkali perklorat digunakan untuk membuat
larutan yang dapat meminimalkan pengompleksan kation.
Asam Hidrohalat, HCl, HBr, dan HI. Ketiga asam ini serupa tetapi sangat berbeda dari asam
hidroflourat yang akan dibahas. Senyawaan yang murni berupa gas berbau tajam
pada 25ᵒC tetapi sangat larut dalam air menghasilkan larutan asam kuat. Larutan
asam satu molar sebenarnya terdisosiasi 100%. Bagi larutan HBr dalam air, dan
terurama larutan HI, kereaktifannya sebagai asam biasa menjadi rumit oleh sifat
mereduksi dari ion Br- dan I-.
Hanya HCl (titik didih 850C) yang
telah banyak senyawaan anorganik dan beberapa senyawaan anorganik melarut,
menghasilkan larutan yang bersifat penghantar. Sejumlah senyawaan yang
mengandung ion [ Cl – H – Cl ]
[ Br – H – Br ] telah diisolasi.
HCl = H2Cl+
+ HCl2-
Asam Hidrofluorat, HF. Dalam larutan air HF adalah asam lemah
HF + H2O
= H3O+ + F- K
= 7,2 X 10-5
Ini disebabkan oleh kuatnya ikatan H – F.
Larutan dalam air dapat bereaksi dengan gelas dan silika karena terbentuknya
ion SiF62- yang stabil dan digunakan dalam perdagangan
untuk mengetsa gelas.
6 HF (aq)
+ SiO2 = 2 H3O+ + SiF62-
Berlawanan dengan larutannya dalam air, zat
cair HF (titik didih 19,50C) adalah salah satu asam yang dikenal paling kuat. Prinsip
kesetimbangan oto-ionisasinya adalah
2 HF = H2F+ +
F-
F + nHF = HF2- + H2F3-+
H3F4-, dan lain-lain.
Hanya ada beberapa zat yang berlaku sebagai
asam terhadap HF cair, yaitu sebagai akseptor ion flourida, yang selanjutnya
meninggikan konsentrasi H2F+. Contohnya adalah SbF5.
2 HF + SbF5 =
H2F+ + SbF6-
HF cair mempunyai tetapan dielektrik (84 pada
60C) yang dapat dibandingkan terhadap air, dan
merupakan pelarut yang baik sekali dalam daerah yang luas bagi senyawaan
anorganik dan organik.
2.11
Beberapa Aturan Mengenai Asam Oksi
Asam-asam
yang mengandung atom pusat yang dikelilingi oleh atom-atom O dan gugus OH, XOn(OH)m
sangat umum termasuk H2SO4, H2PO4,
HNO3, dan sebagainya. Bagi asam-asam tersebut terdapat dua hal yang
bersifat umum, yaitu:
1. Perbandingan
dari tetapan disosiasi yang berurutan, Kn/Kn-1 adalah 10-4
sampai 10-5 (setara dengan pKn-1 – pKn = 4,5
± 0,5; pK = - log K).
2. Besarnya
K1 bergantung pada n, yaitu banyaknya oksigen selain yang terdapat
dalam gugus OH. Makin banyak atom tersebut, makin besar kekuatan asam sesuai
dengan:
n
|
K
|
Kekuatan asam
|
3
|
Besar sekali
|
Sangat kuat
|
2
|
~ 102
|
Kuat
|
1
|
10-2 – 10-3
|
Sedang
|
0
|
10-7,5 – 10-9,5
|
Lemah
|
Dasar
aturan tersebut dan berikutnya secara umum teletak pada delokalisasi muatan
anion. Bagi suatu delokalisasi awal makin besar jumlah atom oksigen, n+1, makin
tersebar muatan negatif, jadi makin stabil anionnya. Bagi kasus yang mempunyai
banyak atom O dan hanya satu proton, misalnya HClO4, delokalisasi
sangat efektif, dan disosiasi berlangsung sangat baik. Bila n = 0 praktis tidak
ada delokalisasi, seperti pada Te(OH)5O-, dan disosiasi
tidak baik.
XOn(OH)m = XOn+1(OH)m-1-
+H+
Asam oksi (oxyacid)
adalah asam terner yang mengandung atom oksigen. Untuk semua asam anorganik
yang umum, atom-atom hidrogen yang dapat terion adalah atom-atom hidrogen yang
mempunyai ikatan kovalen dengan atom
oksigen. Oleh sebab itu, asam nitrat (HNO3) lebih tepat dituliskan
sebagai HONO2, sedangkan asam perklorat HClO4 dituliskan
sebagai HOClO3, dan seterusnya.
Dalam satu
seri asam-asam oksi dari satu unsur terdapat hubungan antara kekuatan asam dengan
banyaknya atom oksigen dalam spesies yang bersangkutan. Semakin banyak atom
oksigen semakin kuat asam yang bersangkutan. Asam nitrat, HONO2 (pKa
= -1,4) termasuk asam kuat, dan lebih kuat daripada asam (lemah) nitrit HONO (pKa
= +1,33). Parameter elektronegativitas dapat
dipakai untuk menjelaskan kekuatan relatif asam oksi ini.
Atom oksigen bersifat elektronegatif tinggi, maka semakin banyak atom oksigen
semakin besar densitas elektron tertarik menjauhi atom H sehingga semakin lemah
ikatan O-H, dan akibatnya semakin mudah terion dengan melepaskan ion H+,
atau dengan kata lain semakin kuat asam yang bersangkutan, (http://www.ilmukimia.org/2013/04/asam-asam-oksi.html).
Penurunan
secara tetap harga K1, K2, K3 dan sebagainya
terjadi karena sesudah setiap disosiasi, terjadi kenaikan muatan negatif yang
mengurangi kecenderungan proton berikutnya untuk terlepas.
Perkecualian
yang nyata dari aturan (2) rupanya disebabkan tidak dimilikinya stuktur
sederhana jenis XOn(OH)m. Misalnya asam fosfat, H3PO3,
akan mempunyai K1≈ 10-8 apabila stukturnya P(OH)3.
Faktanya harga K1 kira-kira 10-2, yang berarti n=1.
Memang sebenarnya asam tadi masuk dalam kelompok tersebut, karena stukturnya
HPO(OH)2, dengan satu atom hidrogen langsung tereikat pada P. Begitu
pula halnya dengan asam hipofosfat, H3PO2, mempunyai
K1≈10-2, dan stukturnya yang sejati adalah H2PO(OH).
Asam
karbonat juga menyimpang dari harapan, namun karena alasan lain. Bagi CO(OH)2
diharapkan K1≈10-2 sedangkan harga terukur adalah ~10-6.
Ini disebabkan karena banyak zat terlarut dalam larutan “asam karbonat”
terdapat CO2 yang terhidrasi longgar, dan bukan sebagai CO(OH)2.
Bila diberikan koreksi terhadap hal ini, tetapan disosiasi yang sebenarnya 10-3,6
dan mendekati daerah yang diharapkan.
2.13 Asam Super
Ada
sejumlah zat cair yang bersifat asamnya sangat nyata sekali, yaitu sekitar 106–1010
kali dibandingkan laruta pekat asam yang sangat kuat seperti asam nitrat dan
asam sulfat. Asam tersebut disebut asam super. Sistem asam super perlu bersifat
nonair, karena keasaman sistem air mana pun dibatasi oleh fakta bahwa asam
paling kuat yang bisa didapatkan dengan adanya air aalah H3O+.
Setiap asam yang lebih kuat hanyalah memindahkan protonnya kepada H2O
membentuk H3O+.
Untuk
mengukur keasaman asam super diperlukan penetapan suatu skala diluar skala pH
normal, dan ditetapkan menutur pengukuran secara eksperimen. Yang biasanya
digunakan adalah fungsi keasaman Hammet, Ho, yang ditetapkan sebagai berikut:
Ho = pKBH – log
B
adalah indikator basa, dan BH+ adalah bentuk terprotonnya. pKBH+
adalah log K bagi disosiasi BH+. Perbandingan [BH+ / [B]
dapat diukur secara spektrometri. Dengan menggunakan basa yang kebasaannya
sangat rendah (nilai pK sangat negatif) skala Ho dapat diperluas sampai kenilai
sangat ngatif yang sesuai dengan nilai bagi asam super. Skala Ho menjadi
identik dengan skala pH dalam larutan encer. Secara kasar nilai Ho dapat
dibayangkan sebagai nilai pH yang diperluas di bawah pH = 0.
Sistem
asam super yang pertama dipelajari secara kuantitatif adalah laruta pekat H2SO4.
Asam sulfat murni mempunyai Ho = -12; kira-kira 1012 kali lebih asam
daripada larutan H2SO4 1M dalam air. Bila ditambahkan SO3
untuk menghasilkan oleum, Hodapat mencapai kira-kira -15.
Asam
hidrofluorat mempunyai - Ho sekitar 11,dan harga ini lebih naik lebih lanjut
dengan penambahan akseptor ion fluorida seperti SbF5, walaupun harga
numerik belum pernah dilaporkan.
Media
asam super yang mempunyai penerapan luas, diperoleh dengan penambahan AsF5
atau SbF5 kepada asam fluorosulfonat (HSO3F). Asam
fluorosulfonat murni mempunyai Ho = - 15 dan berguna karena daerah cairannya
yang luas, dari -89o sampai +164o, mudah dimurnikan, dan
zat itu tidak bereaksi dengan gelas asalakan bebas dari HF. Otoionisasi HSO3F
adalah:
2HSO3F = H2SO3F+
+ SO3F-
Dan
setiap penambahan zat yang dinaikan konsentrasi H2SO3F+
menaikkan keasaman. Penambahan sekitar 10 mol % SbF5 kepada HSO3F
menaikkan – Ho kira-kira 19. Harga – Ho tertinggi sejauh ini diamati ialah 19,4
bagi HSO3F yang mengandung 7% SbF5. Campuran-campuran HSO3F
dan SbF51 : 1 molar sering disebut magic acid, walaupun penambahan SbF5 diluar + 10% hanya
sedikit menaikkan keasaman.
Kemampuan
SbF5 untuk meninggikan keasaman HSO3F terutama akibat
kesetimbangan.
2HSO3F + SbF5 = H2SO3F+
+ SbF5(SO3F)
Media
asam super telah digunakan dalam berbagai cara. Yang paling nyata adalah untuk
memprotonkan molekul yang biasanya tidak dianggap basa, misalnya hidrokarbon
aromatik. Jadi fluorobenzena dalam HF / SbF5 atau HSO3F /
SbF5 mengasilkan ion (GAMBAR 7-IX)
Banyaknya
spesies kation yang akan segera dirusak bahkan oleh basa lemah dapat dibuat di
dalam, dan diisolasi dari media asam super. Ini meliputi ion
karbonium(persamaan 1) dan kation halogen (persamaan 2), begitu pula beberapa
kation polinuklir dari sulfur, selen, tellur, seperti S4+,
S82+, Se42+ dan Te42+.
(CH3)3COH Asam super (CH3)3C+
+ H3O+ .......(1)
I2 Asam super I2+
dan/atau I3+................................(2)
(Cotton, 1972)
BAB III
PENUTUP
2.10 Kesimpulan
Kesimpulan
yang didapat dari materi “Pelarut, Larutan, dan Asam Basa ini adalah sebagai
berikut:
1. Sifat-sifat
yang terutama menentukan kegunaan suatu pelarut ialah Daerah suhu pelarut
tersebut dalam keadaan cair, Tetapan dielektriknya, Sifat-sifatnya sebagai
donor dan akseptor (asam-basa Lewis), Keasaman protonik atau kebasaan, Sifat
dan derajat otodisosiasi.
2. Solvasi
kation sederhana pada hakikatnya ialah proses pembentukan kompleks dengan ligan
berupa molekul-molekul pelarut.
3. Pelarut
berproton merupakan pelarut yang dapat diionikan dengan kata lain dapat
memberikan proton atau H+ dan
bersifatbasa kuat atau lemah.
4. Dalam
leburan garam ion-ion mengungguli molekul-molekul netral, yang dalam beberapa
kasus konsentrasinya diabaikan.
5. Pelarut
yang baik bagi reaksi elektrokimia harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
Umumnya reaksi elektrokimia menyangkut zat ion, karena itu tetapan dielektrik
sebesar 10 atau lebih sangat disukai, dan Pelarut tersebut harus mempunyai
daerah voltase yang luas dan tidak menyebabkan pelarut teroksidasi atau
tereduksi, hingga reaksi elektrodanya tidak mendahului reaksi yang sedang
dipelajari.
6. Walaupun
jelas bahwa pelarut harus murni bila hasil yang dapat ulang dan dapat
diintepretasikan harus diperoleh, tidak selalu jelas bagaimana bentuk
pengotoran yang dapat terjadi yang
sangat penting adalah air dan oksigen.
7. Menurut Arrhenius, asam
adalah zat yang dalam air melepakan ion H+, sedangkan basa
adalah zat yang dalam air melepaskan ion OH–.
8. Menurut Bronsted-Lowry. Asam
adalah zat yang menyediakan proton dan basa penerima proton.
9. Menurut Lewis asam sebagai akseptor
pasangan elektron, dan suatu basa sebagai donor pasangan tersebut.
2.11Saran
Bagi
para pembaca makalah ini, penulis berharap makalah ini bisa membawa manfaat
bagi pembaca. Dan sebaiknya pembaca tidak merasa puas, karena masih banyak
ilmu-ilmu yang didapat dari berbagai sumber. Alangkah lebih baik apabila
pembaca mencari sumber lain mengenai materi “Pelarut, Larutan, dan Asam Basa
ini, untuk lebih memperdalam materi.
DAFTAR PUSTAKA
Chang,
Raymond. 2003. Kimia Dasar Jilid 1.
Jakarta : Erlangga
Cotton F.A dan G. Wilkinson. 1989. Kimia
Anorganik Dasar. Jakarta: UI-Press.
Petrucci,
Ralph. H.1985. Kimia Dasar Jilid 1.
Jakarta : Erlangga
Anonim. 2013. Materi
Kimia Kelas X Asam Basa. Di akses di alamat http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/asam-basa/ pada tanggal 28 Oktober 2013 di Bandar Lampung
Vika, susanti. 2013. Utama Bahan Ajar Kuliah. Di akses di alamat http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Vika%20Susanti/bohr.html. Pada tanggal 9 september 2013 Di Bandar Lampung.
0 komentar
Posting Komentar