Share

Get This


Get this widget!

Selamat datang para kawan semua, Mudah-mudahan dengan adanya web ini dapat bermanfaat

Pages

Jumat, 17 April 2015

Kalrutan Obat terhadap Sifat Bakterisid







BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Kelarutan Obat

Kelarutan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisiokimia yang penting untuk diperhatikan pada saat memformulasikan suatu bahan obat menjadi bentuk sediaan. Kelarutan obat yang kecil akan menjadi tahapan yang membatasi adsorpsi untuk obat yang sukar larut dalam air sehingga mempengaruhi ketersediaan farmasetikanya.

Gambar 1. Hubungan kelarutan dan aktivitas antibakteri n-alkohol primer terhadap bakteri Bacillus typhosus (A) dan Staphylococcus aureus (B)

Dari grafik tlhat adanya “garis kejenuhan (C). Senyawa di bawah garis kejenuhan menunjukkan bahwa pada kadar tersebut larut jenuhnya dapat  menyebabkan efek antibakteri

Di atas  garis kejenuhan senyawa  tersebut tidak mempunyai  kelarutan yang cukup untuk memberi efek antibakteri. Titik potong  antara garis aktifitas senyawa  seri homolog dan garis kejenuhan tergantung  pada daya  tahan bakteri Bakteri yang lebih kebal (resisten) memerlukan  kadar lebih tinggi untuk membunuhnya, sehingga titik potong  terjadi lebih awal

Seri homolog n-alifatik alkohol primer, pada jumlah atom C1 sampai C7 memperlihatkan  aktivitas antibakteri terhadap Bacillus typhosus yang makin meningkat dan  mencapai maksimal  pada jumlah atom C=8. Pada jumlah atom C > 8 aktivitas turun secara drastis terhadap Staphylococcus aureus aktivitasnya mencapai maksimal  pada jumlah atom C=5.

Rantai alkohol yang bercabang: alkohol sekuder dan tersier, mempunyai  kelarutan dalam air lebih besar, nilai koefisien partisi  lemak/air lebih rendah dibanding alkohol primer sehingga aktivitas antibakteri lebih kecil Adanya ikatan rangkap meningkatkan kelarutan dalam air dan menurunkan aktivitas antibakteri. Alkohol dengan BM besar : setilalkohol, praktis tidak larut dalam air sehingga tidak berkhasiat sebagai antibakteri

2.2   Antibiotik Bakterisid
Bakterisida atau sering disebut bakteriosida atau disingkat bside merupakan bahan atau substansi yang dapat membunuh bakteri. Beberapa jenis antibiotik dapat bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan. Berdasarkan daya kerjanya ada yang menghambat pembentukan dinding sel seperti penisilin. Selain dinding sel, antibiotik dapat menganggu kerja ribosom, seperti streptomisin.
2.2.1 NEOMYSIN
Neomysin merupakan antibiotik berspektrum luas. Mikroorganisme yang rentan biasanya dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 µg/ml atau kurang. Spesies gram negatif yang sangat peka adalah Escherecia coli, Enterobacter erogenes dan Proteus vulgaris. Mikroorganisme gram positif yang dapat dihambat meliputi S. aureus dan M. tuberculosis.

Pada saat ini neomysin tersedia dalam berbagai merek krim, salep dan produk lainnya, dalam sediaan tunggal maupun kombinasi dengan polimiksin, basitrasin, antibiotik lain dan bermacam-macam kortikosteroid. Tidak ada bukti bahwa sediaan topikal ini mempersingkat waktu untuk menyembuhkan luka atau bahwa sediaan yang mengandung steroid lebih efektif.
Neomysin telah digunakan secara luas untuk penggunaan topikal pada berbagai infeksi kulit dan mebran mukus yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap obat ini. Infeksi ini meliputi infeksi luka bakar dan dermatosis terinfeksi. Namun pengobatan semacam ini tidak membasmi bakteri dan lesi.
Pemberian oral neomysin (biasanya dengan kombinasi eritromisin basa)  terutama digunakan untuk “persiapan” usus untuk operasi. Reaksi hipersensitivitas terutama ruam kulit terjadi 6% hingga 8% pasien jika diberikan secara topikal. Individu yang peka terhadap obat ini mungkin mengalami reaksi silang jika terkena aminoglikosida yang lain. Efek toksik neomysin yang paling penting adalah kerusakan ginjal dan ketulian akibat kerusakan saraf pendengaran. Ini sering terjadi jika jumlah antibiotik yang relatif besar ini digunakan secara parenteral dan merupakan alasan tidak digunakannya lagi neomysin dengan cara ini. Toksisitas bahkan pernah muncul pada pasien dengan fungsi ginjal normal dengan penggunaan topikal atau irigasi luka dengan larutan neomysin 0,5%.
Efek merugikan yang paling penting akibat pemakaian neomysin adalah malabsorpsi dan superinfeksi usus. Individu yang diobati 4 hingga 6 g obat ini melalui mulut per hari terkadang mengalami sindrom mirip sariawan disertai dengan steatorea. Pertumbuhan ragi yang berlebihan di usus juga dapat terjadi.
Gangguan akustik dari penggunaan Neomisin :

1.                        Neomisin topikal 5% juga dapat menimbulkan tuli saraf.
2.                        Neomisin paling sering menimbulkan tuli saraf.


2.2.2 BASITRASIN
Basitrasin merupakan serbuk putih kekuningan, tidak berbau, berbau lemah, higroskopis, larutan terurai dengan cepat pada suhu kamar, mengendap dan tidak aktif oleh garam dari beberapa logam berat.  Basitrasin adalah suatu antibiotik peptida yang sekarang digunakan secara  luas untuk penyembuhan infeksi gram positif dengan pemberian secara topikal. Berat molekul basitrasin kurang lebih 1500. Basitrasin terutama bersifat bakterisid secara in vitro dan sinergistik dengan penisilin, streptomisin atau neomisin. Basitrasin menghambat sintesis dinding sel bakteri dan menginduksi penumpukan uridin-difosfat-asetil-murampilpentapeptida dalam sel staphylococcus aureus yang sedang  tumbuh.
Basitrasin adalah salah satu jenis antibiotik polipeptida penting yang diproduksi dari beberapa strain Bacillus licheniformis dan Bacillus subtilis dan mempunyai fungsi sebagai penghambat biosintesis dinding sel. Jenis dari Bacillus sp. menghasilkan banyak macam dari antibiotik seperti basitrasin, pumulin dan gramisidin. Zat Antibiotik ini berisi 3 campuran yang terpisah yaitu basitrasin A, B dan C. Basitrasin merupakan antibiotik yang aktif melawan banyak organisme gram-positif, seperti Staphylococcui, Streptococci, cocci anaerob, Corynebacter dan Clostridia, tetapi tidak efektif melawan hampir semua organisme gram-negatif (McEvoy, 1993 dalam AL-Janabi, 2006). Bakteri E. coli merupakan contoh dari bakteri gram negatif sedangkan  S. aeureus merupakan contoh bakteri gram positif (Budiyanto, 2004).
Tabel 2. Zona hambat Basitrasin terhadap beberapa jenis bakteri (AL-Janabi, 2006).
Jenis bakteri
Zona hambat (mm)
Staphylococcus aureus
20
Non hemolytic Streptococci
21
Beta-hemolytic Streptococci
22
Bacillus cereus
22
E. coli
0



Antibiotik basitrasin paten digunakan untuk klinik dengan kombinasi obat anti mikroba lainnya. Basitrasin menghambat dengan mencegah pertumbuhan Streptococuc pyogenes dan Staphylococcus aereus. Obat ini sekarang hanya digunakan secara topikal untuk berbagai infeksi kulit dan mata karena pada penederita sistemik bersifat nefrotoksik. Reaksi alergi jarang terjadi pada gangguan topikal. Salep mata yang mengandung basitrasin efektif untuk mencegah oftalmia neonatorum karena ponore .  
Mekanisme Kerja Antibiotik Basitrasin :
1.      Menghambat daur ulang pembawa (carrier) yang mengangkut prekusor dinding sel melintasi membran plasma.
2.      Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mencegah transfer mukopeptida ke dalam dinding sel.
3.       Antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis ensim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. 

Nefrotoksisitas berat jika diberikan secara i.v. Hipotensi, edema wajah/bibir, rasa sesak pada dada, rasa tersengat, rash, anoreksia, mual, muntah, diare, diskrasias darah, diaforesis, blokade neuromuskular, pusing, ataksia, mengantuk, pandangan kabur. Basitrasin aktif terhadap bakteri gram positif tetapi tidak terhadap gram negatif; antibiotik ini sangat beracun sehingga penggunaanya dibatasi sebagai obat luar saja.

2.2.3 POLIMIKSIN
Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan dari B.polymyxa, yang asalnya diisolasi dari contoh tanah di Jepang. Polimiksin B adalah campuran dari polimiksin B1 dan B2, keduanya merupakan polipeptida siklik. Fungsinya adalah sebagai detergen kationik yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid membran sel bakteri, sehingga menghambat intergritas sel membran.

Polimiksin B aktif melawan organisme gram negatif secara luas termasuk P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli. Polimiksin B tersedia dalam bentuk salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi dengan basitrasin atau neomisin. Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga kali sehari.

Berasal dari Bacillus polymixa. Bersifat bakterisid berdasarkan kemampuannya melekatkan diri pada membran sel bakteri sehingga permeabilitas meningkat & akhirnya sel meletus. Spektrumnya sempit, polimiksin hanya aktif terhadap bakteri gram negative. Mekanisme kerja yaitu obat ini mengganggu fungsi pengaturan osmosis oleh membran sitoplasma kuman.

2.2.4 PENICILLIN
Penicillin sangat efektif untuk mengobati infeksi bakteri dengan mengganggu/menginterferensi komponen spesifik sel bakteri atau mengganggu proses metabolism bakteri. Bagi bakteri, dinding sel sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Komponen utama dari dinding sel bakteri adalah peptidoglikan. Penicillin akan menginhibisi (menghambat) tahap akhir pembentukan/sintesis petidoglikan sehingga dinding sel tidak bisa terbentuk dengan cara berikatan pada enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri sehingga akan melemahkan dinding sel bakteri.
Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya.  Dengan menghambat perkembangan dinding sel, sel bakteri tersebut akan menjadi lemah dan kemungkinan besar mengalami penghancuran sel (lisis). Dengan proses ini penicillin mencegah bakteri dalam bereplikasi dan menginfeksi tubuh.

2.2.5 STREPTOMISIN
Streptomisin pertama kali ditemukan oleh Waksman pada tahun 1939, tetapi penemuan baru diumumkan pada tahun 1944. Antibiotik ini dihasilkan oleh jamur Streptomyces griseus dan struktur kimianya diperkenalkan oleh Brink dan Folkers pada tahun 1947. Ada dua jenis streptomisin yaitu streptomisin A, yang selanjutnya disebut streptomisin (tanpa akhiran A) dan disingkat S, serta streptomisin B atau manosido streptomisin. Struktur kimia streptomisin B memiliki unit penyusun manosa.
Stuktur kimia streptomisin tersusun atas tiga unit senyawa, yaitu streptidin, streptosa, dan N-metil-L-glukosamina.  Ikatan antara streptidin dan streptosa dan ikatan antara streptosa dan dan N-metil-L-glukosamina adalah ikatan glikosida. Ikatan glikosida antara streptidin dan streptosa lebih lemah jika dibandingkan dengan ikatan antara streptosa dan dan N-metil-L-glukosamina.
Streptomisin berkhasiat melawan bakteri yang disebabkan oleh banyak bakteri gram positif dan bebrapa bakteri gram negatif yang rentan terhadap antibiotik ini. Streptomisin merupakan obat pertama yang efektif secara klinis untuk pengobatan tuberkulosis.
https://html2-f.scribdassets.com/2nj6ien0qo2iklwr/images/15-bbfe9f5cac.jpg

Streptomisin ( O-2odeoxy-2-methylamino-α-L-glucopyranosyl(1-2)-O-5-deoxy-3-C-formyl-α-L-lyxofuranosyl-(1-4)-N,N-diamidino-D-streptamine;C21H39 N7O12) merupakan obat antituberkulosis yang termasuk ke dalam golongan aminoglikosida. Target utama dari kerja streptomisin adalah mekanisme pada tingkat ribosom. Dalam hal ini yang berperanadalah 16S rRNA dan S12 dimana 16S rRNA dikode oleh gen rrs dan S12 dikode oleh gen rpsL. Streptomisin akan berinteraksi dengan 16S rRNA dan S12 ribosom yang akanmenyebabkan terjadinya perobahan pada ribosom dan menyebabkan terjadinya misreading pada mRNA sehingga menghambat proses sintesis protein.

Proses resistensi terhadap streptomisin terjadi karena terjadinya mutasi pada protein ribosom S12 yang dikode oleh gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA yang dikode oleh gen rrs. Mutasi lebih sering terjadi pada gen rpsL dimana terjadi lebih dari 2/3 kasus resisten streptomisin. Mutasi ini akan menyebabkan terjadinya proses substitusi asam aminotunggal yang akan mempengaruhi struktur 16S rRNA. Dengan terjadinya perobahan struktur ini maka streptomisin tidak dapat mempengaruhi 16S rRNA sehingganya tidak terjadigangguan pada mRNA yang mengakibatkan proses sintesis protein tidak terganggu. Dengan tidak terganggunya proses sintesis protein maka terjadi resistensi terhadap streptomisin.

2.3 Antibiotik Bakteriostatik
Seperti namanya, antibiotik bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri, (menghambat perbanyakan populasi bakteri). Karena bakteri patogen terhambat pertumbuhannya, sistem kekebalan tubuh dapat dengan mudah memerangi infeksi. Mekanisme kerja antibiotik bakteriostatik adalah dengan mengganggu sintesis protein pada bakteri penyebab penyakit tanpa mempengaruhi dinding sel dan bersama host (inang) memberikan perlawanan untuk mengeliminasi bakteri. Contoh antibiotik bakteriostatik populer adalah spectinomycin (mengobati gonore), tetracycline (umum digunakan untuk infeksi), chloramphenicol (untuk semua jenis infeksi bakteri), dan macrolide (efektif untuk bakteri gram positif). Sedangkan antibiotik bakterisida mengandung senyawa aktif yang secara langsung membunuh bakteri. Untuk membunuh bakteri, antibiotik jenis ini menargetkan dinding sel luar, membran sel bagian dalam, serta susunan kimia bakteri. Contoh umum antibiotik bakterisida adalah penicillin (menyerang dinding sel luar), polymyxin (menargetkan membran sel), dan quinolone (mengganggu jalur enzim). Beberapa zat bakteriosida digunakan sebagai disinfektan, sterilisasi, dan antiseptik.
2.3.1 ERITROMISIN
Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA. Pada sub unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi. Terdapat bukti yang menggambarkan bahwa eritromisin dapat paling sedikit sebagian menempati suatu tempat pengikatan bersama-sama dengan klindamisin.
1. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan organisme-organisme gram positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan juga. Treponema, mycoplasma, chlamydia dan ricketsia dapat rentan.
2. Obat ini terutama bersifat bacteriostatik tetapi pada konsentrasi lebih tinggi dan terutama terhadap bakteri gram positif dapat bersifat bakteriosid.
3. Ia basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada pada pH netral atau asam.
4. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini:
a. Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba.
b. Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S.
c. Metilasi adenin.









0 komentar

Posting Komentar